Something I want, I Must do it!

Minggu, 11 Desember 2016

Antara Move on dan Perbedaan



Cinta? 

Perasaan?

Dari judulnya saja sudah kelihatan?

Sepertinya kali ini kalian salah sangka dengan saya hahhaha

Dari jaman sekolah ada yang pernah menasihati saya dengan terus menerus selain orangtua yaitu sosok guru yang tidak bosan mendengar celotehan atau komentar saya untuk suatu hal atau kejadian yang menurut saya tidak masuk diakal. Problem kesekian yang saya alami di jaman kuliah (ambil yang terdekat) saya lahir di Tangerang, kuliah di Malang menghadapi suatu kebudayaan dan bahasa yang sangat berbeda. Kebetulan di awal kuliah saya biasa naik angkutan umum. Ada siswi yang baru saja turun dari angkutan umum yang saya naiki, kemudian supir di depan curhat dengan penumpang yang berada di sampingnya,  “arek iku sering ngasih uangnya kurang mas, arek Jakarta ngono lah”.

What? Dalam hati gondok, gak semua kali Pak kaya gitu. Oke disave dulu.

Masuk problem yang selanjutnya.

Ketika saya berinteraksi dengan teman di kelas, mereka masih belum bisa menerima saya, katanya sih saya ngomongnya alay, ahhaha aneh-aneh saja. Tapi akhirnya mereka suka mengikuti nada dan kalimat-kalimat yang keluar dari pembicaraan saya. Hahhah suwuun gaaeess.
Itu masih masalah kecil, yang besarnya.

Ketika saya mengubah penampilan yang biasa mereka sebut menjadi ukhti-ukhti, banyaklah cibiran eh Rully masuk HMI, masuk PMII, masuk MHTI makanya sekarang dia berubah jadi ukhti. Sakit gak? Wah cobaan banget tuh buat saya, maklum saya sudah diketahui anak politik kampus yang kerjanya sibuk, rapat sampe malem tapi gak menghasilkan duit. Nah, ini juga cibiran yang konyol bukan?

Terus saya menanggapi semuanya? Yah, pura-pura kagak tau aja lah ya. Tapi ya dulu jalaninnya nyesek juga. Akhirnya saya curhat dengan guru sewaktu disekolah, beliau menjawab.
“Rul besarkan jiwa memaklumi mu. Kita tidak bisa mengubah pemikiran orang yang harus sama dengan pemikiran kita. Memang pemikirannya sudah stuck disana, mau kita tinggikan lagi pemikirannya dia hanya menampungnya sampai sana, kita bisa apa? Besarkan JIWA MEMAKLUMImu saja ya.”

Maklum kepada orang lain. Kita yang lebih tau dan berilmu, hanya bisa memaklumi saja. Tapi menurtku tidak hanya sampai disitu. Kita harus lebih menghargai suatu perbedaan dan jangan membenarkan semua yang kita katakan itu benar, tetaplah berdemokrasi, musyawarah, dan meminta pendapat atau solusi.

Seperti halnya saya pernah bertanya kebeberapa teman saya mengenai buku yang ia rasa menarik untuk dibaca dengan versi masing-masing, buku bertema MOVE ON atau PERBEDAAN. Kebanyakan dari mereka menjawab mengenai perbedaan.

Penjawab pertama ia bilang MOVE ON, “move on menurut gue bukan hanya penyoal cinta li, bisa dengan suatu kehidupan sosial kita. Misal, untuk mengatasi malas itu bagaimana? Nah karena gue malas dan gue pengen gak malas, gue baca deh buku move on dari malas”.

Penjawab ke dua, ia jawab lebih suka buku mengenai perbedaan, “lebih ke prinsip hidup, semua orang bisa move on tapi tidak semua orang bisa menyikapi dengan bijak. Versi bijak disini bahwa semua manusia itu subyek. Manusia bijak selalu memposisikan manusia lain sebagai subyek. Memahami manusia sebagai manusia, toleransi perdamaian. Move on dan perbedaan itu bisa dikaitkan, gak ada yang gak mungkin kan? Misal aku masih lajang punya uang. Aku pasti milih beli mobil yang keren, enak dilihat, dan seatnya dua, buat aku sama gebetanku. Kemudian aku menikah punya anak, aku lebih memilih mobil yang punya seat lebih banyak. Soalnya dua seat sudah gak muat lagi. Aku move kan?. Aku move karena perbedaan orientasi, orientasi praktis dengan pertimbangan kebutuhan. Jadi ya, perbedaan bisa jadi alasana untuk move on, menghormati dengan menunda menghakimi, tunda terus dan tunda terus.

Nice sekali kan guys jawabanya?

So kamu masih bakalan ngomentarin mengenai perbedaan? Sudahlah urus saja aktivitasmu dengan baik. Jadinya move on deh, yang tadi suka komentar gak jelas menjadi pembuat solusi cetar (eaa,, maksa hahha) kalo kebayakan komentar bisa bikin sakit hati orang, alhasil munculah aksi 212 yang membuat iman bergetar.


0 komentar:

© Rully nuR Rahim, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena