Something I want, I Must do it!

Sabtu, 12 Maret 2016

Tanggal lahirku membuatkan kesedihan (Ananda Suci Bastiani)

Namaku Ananda Suci Bastiani
Aku terpilih untuk terlahir di dunia
Aku terpilih dan menyanggupi untuk terlahir di dunia
Aku terpilih untuk hidup dengan kekuatan cinta
Aku terpilih untuk hidup dengan cinta pemberian bunda
Aku terpilih untuk mencintai semua yang bunda cinta
Aku dicintai oleh orang-orang yang mencintai bunda
Hingga aku bisa hidup walaupun tanpa bunda

Ya,, ini yang aku rasakan untuk melihat seorang bayi yang baru dilahirkan dua hari kematian ibunya. Bayi ini lahir pada pukul 14.30 WIB berselang kurang lebih tiga jam kemudian ibunya meninggal in shaa Allah dengan keadaan khusnul Khatimah (aamiin).

Aku berharap bunda memelukku ketika aku masih berlumuran darah
Aku berharap bunda sempat melihatku karena aku terlahir dengan sehat
Dan aku berharap bunda menyempatkan untuk mendengar suara tangisanku saja

Aku pribadi sudah tidak kuat ketika melihat bayi mungil ini berada dihadapan mamahku untuk kami bawa pulang kerumah.

“ya Allah, semua ini sudah menjadi kuasamu, semua ini sudah menjadi kehendakmu, berikan hidayah bagi keluarga kami demi mensolehah-kan putri kami”
Kalimat itu dilantunkan oleh mamahku ketika pertama kali beliau berani untuk bertemu cucu ke-empatnya.
“ya Allah ini adalah kebesaranmu”
Mamah meneteskan air matanya ketika mulai menopang bayi lucu ini kepelukannya,

Sesampai di rumah kami ditunggu oleh sanak saudara yang ingin melihat bayi malang ini. Semuanya menghempaskan tangisan, entah apa yang difikirkan setiap kepala. Sunhanallah, Walhamdulillah, Walaillahaillallah, Wallahuakbar. Setiap kepala tidak henti-hentinya menyebutkan nama Allah ketika melihat bayi ini juga mengusapkan kepalanya sembari melantunkan do’a.

Ketika moment itu aku malu untuk menangis, aku sangat merasa malu. Karena yang seharusnya terjadi adalah do’a dan senyuman bukan do’a dan tangisan. Budaya tegar sudah ada pada keluarga kami tapi, kondisi ini tidak bisa dengan mudahnya diputar arahkan untuk kejadian yang seharusnya dibiasakan. Teteh, ibu dari bayi itu telah meninggalkan kami untuk bertemu di Jannah-nya (aamiin).

Semenjak itu, aku takut sekali untuk meninggal keluarga. Selalu ingin berada di dalam situasi apapun, dekat, membuat rasa aman, melindungi dan rasa yang sangat luar biasa dalam menambah kecintaan ini. Karena ada sahabat nabi yang mengatakan bahwa jika seorang anak melihat kedua orangtuanya dengan pandangan cinta maka amalan yang dicatat Allah seperti orang yang naik Haji Mabrur. Nah, jika setiap hari kita memandang orangtua kita 100x ? Nabi Saw menjawab: Allah Maha Besar dan Maha Pengasih, hanya Allah yang bisa menghitungnya, kuat dalam segala-galanya, kehendaknya dan iradat-Nya tak terbatas.

Semenjak tahu itu, aku tidak mau lagi jauh, ingin selalu mengajaknya kemanapun aku mempunyai langkah. Takut, iya benar, merasa kehilangan yang seperti ini sangat sekali menyulitkan.

“Uli pulang kapan li?” pertanyaan itu selalu datang dan selalu, pasti ada pada saat mendekati Ujian Akhir Semester.
“iya teh, nanti kalo sudah ketahuan tanggalnya uli pesan tiket terus pulang deh”.
Tapi sekarang sudah tidak ada pertanyaan dan panggilan teteh kepadanya.

“Uli lulus 2016 kan ya? Teteh bisa kan ngeliat Uli wisuda?”
“ya, bisa teh, pokonya teteh dateng. Sekarang, siapin doanya dulu ya”
“Siap, beres daahh..”

Itu adalah kalimat dalam BBM kita berdua yang sangat aku ingat dan tidak kuat untuk dibahas secara langsung pada siapapun selain dalam tulisan ini.

Semua pelajaran kehidupan darinya sangat berarti sekali bagiku.

Teteh adalah wanita yang cerdas, sigap, dan ulet. Tidak pernah mengeluh sama sekali hingga akhir nafasnya pun tidak pernah menyulitkan kami.

Teteh hobinya menulis, dulu tulisannya suka dimuat di majalah sekolahnya. Teteh juga seorang aktivis, banyak pelajaran dan pengalamannya dibagikan untukku.

Aku ingat teteh memiliki buku harian. Aku cari di lemari pakaianya dan menemukan buku itu. Buku yang aku temukan adalah buku harian pada tahun 2009 dan itupun hanya sebagiannya. Aku berniat menemukan buku hariannya ketika ia hamil anak ke-empatnya. Tapi hasilnya nihil, anak pertamanya pun ikut mencarikan buku yang kita tuju. Sudah disetiap tempat yang memungkinkan ditempatkan tidak membuahkan hasil. Akhirnya aku mencoba membaca buku yang dituliskannya pada tahun 2009 dan aku tidak sanggup membacanya karena dibuku itu bertuliskan semua rasa sayangnya kepada anaknya dan yang lebih mencengangkan lagi adalah kalimat itu. Aku menangis tanpa suara, aku ingat kejadian-kejadian dulu ketika kecil bermain bersamanya, aku diajak bernyanyi bersama, aku diajak menari bersama, aku diajarkan menghafal surah-surah pendek setelah selesai beribadah, aku ingat semuanya. Aku ingat ketika teteh mengucapkan langsung kalimat itu “Uli adalah sepupu teteh yang terbaik”. Menuliskan ini pun aku bercucuran air mata.

Semuanya sudah berlalu, semuanya pasti berlalu. Kesedihan dari keluargaku atas kehilangan orang yang selalu ceria ini pasti disembuhkan oleh anak-anaknya yang pintar dan soleh-solehah (aamiin).

Dulu aku, atau mungkin banyak wanita muda yang takut akan rasa sakit untuk -melahirkan anak. Karena rasa sakit untuk melahirkan melebihi hingga 45 Del (maksimal manusia menanggung rasa sakit). Tetapi yang dialami oleh ibu melahirkan adalah 57 Del setara dengan 20 tulang yang patah secara bersamaan (tabloid-nakita.com).

Jadi dengan adaya kejadian ini, mata,  hati, dan pikiran disekelilingku berubah dengan mindset yang berbeda. Aku, jika nanti diberikan kesempatan untuk mengandung dan melahirkan tidak lagi menimbulkan rasa ketakutan mendalam, karena aku ingat perjuangan seorang tetehku dalam melahirkan anaknya. Tetehku saja berani untuk melahirkan anaknya hingga mempertaruhkan nyawanya. Bagaimna dengan kamu?



0 komentar:

© Rully nuR Rahim, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena