Something I want, I Must do it!

Minggu, 13 Maret 2016

Inspirasi Perjuangan dari Seorang Gadis Kecil


Gadis seusianya sudah melakukan pekerjaan layaknya orang dewasa. Setiap pagi dia berkeliling pasar dengan membawa ayam hidup yang diikat kakinya untuk di jual. Terlihat ikatan tersebut bukan hasil dari ikatannya, melainkan itu adalah hasil ikatan orang dewasa, mungkin Ibunya yang telah mengikatnya.

Alhamdulillah dihari itu dua ayam kampung yang ia bawa dari rumah sudah terjual oleh pedagang pasar yang mengenalnya.

“cah cilik iku rek, dodolan mbuat sangu sekolae”.

“wapik an bocah e, muesti dituku oleh mas iku”.

Percakapan dua pedagang yang telah melihat perjuangan seorang gadis SD berusia delapan tahun.

Setelah ayam yang dijualnya laku dipasar, gadis ini pulang menuju jalan yang terdekat. Sesampai dirumah uang hasil dari penjualannya diberikan kepada ibunya yang telah pulang bekerja di dapur desa untuk para tentara.

“gimana nduk laku ta ayam e?”, tanya ibunya sembari menaruh tas kecilnya pada paku yang tertancap ditembok.

“ini buk uangnya, tadi dibeli sama mas yang kemarin beli kue ibuk”, penjelasan dari si gadis.

“ayo nduk, siap-siap ke sekolah, uwes pingin jam pitu”, perintah ibu dengan khawatir.

“enggeh buk”, jawab gadis kecil itu.

Setelah sampai di sekolah, kebetulan sekolah gadis kecil yang hobi dengan menari ini hanya berjarak 20 mater dari rumahnya. Ia senang sekali dengan kegiatan baris-berbaris contohnya adalah ekstrakurikuler Pramuka. Ia terpilih menjadi ketua regu dalam pasukannya untuk perlombaan antar SD. Bukan hanya di SD saja, jenjang SMP pun ia masih mejadi ketua dalam regu Pramukanya.

Kesehariannya masih seperti dulu, yaitu bangun pagi untuk berjualan di pasar. Bukan hanya menjual ayam hidup, juga ada makanan, dan apapun yang bisa ia jualkan hingga kepunyaan tetangganya (bukan artinya ia mencuri loh ya, tapi diminta untuk menjualkan barang tetangganya. hihihi). Tujuannya masih sama, berjualan untuk mendapatkan kesenangan hati ibu atau majikannya. Hingga ia dikenal sedesanya dengan gadis yang sangat rajin dan ulet.

Sepulang Sekolah Menengah Pertama, ia membantu tetangganya yang berjualan bakso dengan cara mencuci mangkok-mangkok bakso. Setelah pekerjaannya selesai, siangnya ia membantu tetangga depan rumahnya untuk memotong rumput disawah. Ditengah asiknya memotong rumput, tiba-tiba tangannya terasa gatal-gatal dan bentol-bentol besar. Ia langsung menaruh atribut sawahnya dan pulang kerumah majikannya yang disapa akrab ia panggil buk Dar.

“buk,, buk tanganku merah dan bentol buk”,
gadis ini sambil menangis menghadap majikannya.

“ya Allah nak, kamu kena ulat bulu”. Tanggapan khawatir buk Dar.

Kemudian ia menangis karena ada rasa sakit di telapak tangannya. Bu Dar memotong kunyit untuk diborehkan pada tangan yang terkena infeksi dari bulu-bulu gatal itu.

“sesok ra usah ke sawah dulu ya nduk”, sambil memegang tangan gadis itu.

“aku loh buk pingin kelambi pramuka, kelambiku sempit buk, karena aku pingin ikut jambore buk”. Rintih gadis itu.

Sang majikan baik ini akhirnya luluh atas cerita yang disampaikan pada gadis yang dihadapannya, hatinya terenyuh atas kejadian yang menimpanya.

“ra usah kesawah kalo sampean pingin kelambi pramuka, iki aku enek duek buat sampean tuku kelambi”, diberikanlah uang itu pada si gadis.

“buk Dar, Suwun saget ngeh, aku janji makin rajin ke buk Dar”, tangisannya semakin kencang.

“ra usah janji ngono nduk, iki duek buat sampean yo. Yawes iki lukamu uwis sembuh, dino iki ngaji ya nduk kamu? Pulang dulu mandi terus ngaji yo nduk”, Bu Dar menasihati.

Setelah tenang gadis ini pulang untuk bersiap ke pengajian.

Sesampai ditempat pengajian ia menaruh Al-Qurán nya sebagai tanda menunggu giliran. Sambil menunggu giliran ia tinggalkan tas dan isinya untuk keluar dari tempat pengajian.

“iki Al-Qurán e sopo?”, tanya ibu guru yang mengajar ngaji kepada murid-muridnya.

Tidak ada yang mengaku, kesempatan mengaji gadis ini di ambil oleh anak lain dibelakangnya. Ternyata gadis ini di belakang masjid ikut latihan menari bersama kakak-kakak sanggar. Ia masuk ke tempat latihan menari memakai pakaian mengajinya.

“loh, piye arek iki rek.. koen nari kudungan?”, tanya kakak pelatihnya,

“aku kabur dari bu kaji mba e, iki aku nggowo kain”, (sebutan di desa, yang biasa kita sebut dengan Bu Hajah) gadis ini memperlihatkan kepada pelatihnya dengan mencopot kerudung yang dipakainya untuk dijadikan kain nari yang diikatkan pada pinggulnya.

Gadis itu keasikan menari hingga lupa kembali pada bu kaji (pengajar ngaji). Kemudian ia pelan-pelan kembali ke masjid setelah selesai latihan menari. disana ia disamperi oleh bu kaji yang menunggu orang yang akan mengambil tas dan Al-Qur’an itu.

“aku iki penasaran barang iku punya sopo”, bu kaji tiba-tiba datang dari arah belakang.
Akhirnya gadis ini dinasihati oleh Bu Kaji untuk tidak mengulangi perbuatannya. 

Tetapi gadis ini tetap mengulangi kesalahannya itu, hingga akhirnya bu kaji membuat waktu khusus untuk mengaji gadis itu setelah ia selesai latihan menari.

Dan akhirnya gadis itu berhasil mengikuti Jambore Nasional yang diadakan di Cibubur Jawa Barat ketika ia memasuki SMA, dan Ia berhasil menjadi Penari Terbaik di Kota Malang pada jamannya. Hingga ia selalu diberi kesempatan untuk berkenalan oleh walikota dan gubernur yang menjabat pada saat itu, karena ia selalu menjadi penari yang di undang untuk membuka jembatan-jembatan baru, salah satunya adalah jembatan yang berada di Kota Malang bernama “SKI/Ranugrati”.


Aku mengetahui ini semua dari orang-orang yang akrab dan tahu perjuangan dirinya. Sekarang aku telah mengenalnya lebih dari 20 tahun dan ia ku sapa akrab dengan panggilan Mamah.

0 komentar:

© Rully nuR Rahim, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena