Something I want, I Must do it!

Minggu, 13 Maret 2016

Cerpen PENA bagian 6

Tidak ada siapa-siapa, kecuali petugas IT yang biasa akrab Fena lihat. Sunyi, seperti tidak ada yang terjadi.

Tetapi kedatangan Fena dan Bara belum diketahui oleh petugas IT tersebut. Bara langsung membisikan kepada Fena dibalik pintu, “luncurkan peluru ini kesemua petugas disana, tenang aku selalu disisimu”. Fena menolak karena ia mengenal semua petugas disana.

“ya Fena, kamu sangat mengenalnya, tetapi bukan ditempat ini kau mengenalnya”. Bara menegaskan.

Door!! door!! Dorrr!!

Tiga peluru sudah merenggut tiga nyawa,

“kau bisa Fena, lihat!”, Bara menyingkirkan keraguan Fena.

Tiba-tiba ada pria paruh baya yang muncul dibalik pintu ruangan kecil itu. Disusul dengan bodyguard bersenjata yang mengenakan penutup kepala. Ya, mereka berdua sangat mengenalnya.

“kau, bos!”, Bara kaget dan semakin kencang memegang tangannya yang menyatu untuk menggamblok Fena.

“apa? bos? Kau mengenalnya Bara?. Dia adalah pemimpin harian redaksiku”. Fena berusaha tenang.

“hahahahhha… kalian mengenalku ya? Hahahha,, kau penghianat!, doooorrr!!!”,

Peluru itu jatuh tepat pada dada seorang Bara. Mereka berdua terhempas ke lantai dengan darah yang keluar pada dada Bara. Kemudian Fena bangkit untuk melesatkan tembakan yang ada di tangannya kesemua bodyguard yang melindungi pemimpin harian redaksi yang telah menembakan ke dada Bara. Fena kehabisan peluru, hanya ada pemimpin harian redaksi yang tersisa.

“kemampuanmu tidak berkurang sedikitpun”, pemimpin harian redaksi berbicara sembari menduduki meja yang ada disampingnya.

Fena masih menyodorkan tangan dengan memegang pistol di ujungnya. Fena sedikit pusing dan tidak mendengar apa yang dibicarakan oleh pemimpin harian redaksi itu. Pandangannya pun sedikit demi sedikit menjadi buram, dan akhirnya Fena terjatuh dengan posisi duduk. Setelah mengalami benturan pada bokongnya, Fena langsung tersadar dan mengambil cepat senapan yang berada diatas tubuh bodyguard kemudian langsung menembakannya kearah pemimpin harian redaksi.

Akhirnya pemimpin harian redaksi itu pun mati dengan beberapa kali tembakan yang diarahkan Fena.

“kau pecundang!, kau sudah membunuh suamiku!”. Fena merintih diantara mayat-mayat.
Lalu ia langsung mencoba membangunkan suaminya tersebut.

“Bara! Bangun Bara! Bangun!, aku sudah mengingat semuanya!, mengapa semua ini terjadi Tuhan..!”, Fena mencoba membangunkan Bara dengan teriakan histerisnya.
Satu Tahun Kemudian

“bagaimana untuk berita besok? Apa yang mau ditayangkan?”, Fena memimpin rapat.
Setelah rapat selesai, semua karyawan kembali ke ruangannya masing-masing. Begitu pula Fena, dengan diantarkan oleh asistennya.

Fena langsung duduk di meja kerjanya, kemudian mengambil Pena kesukaannya.

“loh, penaku habis tintanya, tolong isikan dengan yang baru ya”, Fena meminta kepada asistennya.

“kenapa hanya tintanya mba? Kenapa enggak sekalian aja sama penanya?”, asistennya mengusulkan.


“pena ini memiliki kenangan bersama suamiku, dulu ia aku acuhkan dengan benda ini (ditunjuknya laptop) maka dari itu, aku hanya ingin memakainya jika ingin melakukan pekerjaan dikantor”. Fena menjelaskan alasannya selama ini mengapa tidak ingin mengganti pena-nya yang memilki mata pisau itu. Lalu ia melihat penanya tersebut dan mengeluarkan mata pisau dari tombol pengaturannya, kemudian Fena pun mengambil sesuatu dari laci mejanya yang tidak lain yaitu pena dengan bentuk yang sama.

0 komentar:

© Rully nuR Rahim, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena