Something I want, I Must do it!

Sabtu, 12 Maret 2016

Cerpen PENA bagian 4

Fena jatuh tersungkur dengan memegang paha yang berlumuran darah.

Door… door… dorrr..

“tiarap .. semuanya tiarap”

Kondisi diruangan itu tidak kondusif lagi akibat tembakan pertama yang melukai Fena. Fena pun dibantu untuk dipindahkan dari ruangan tersebut oleh pemuda yang menolongnya di lift.
Fena dan pemuda itu berhasil keluar dari ruangan lesatan peluru yang menembusi dinding kaca kantor hingga masih terjadi baku tembak dari arah luar gedung yang tidak tau arah bidikannya. Di luar ruangan pun banyak sekali orang-orang yang membawa senjata api dengan penutup kepala. Fena dan Bara mengintip dari tempat persembunyiannya yaitu lemari kayu pada sudut tembok yang mengarah pada anak tangga. Mereka melihat situasi disana dengan mengintip pada celah-celah pintu lemari kayu tersebut.

Langkah demi langkah para bersenjata hingga nafas disekelilingnyapun ikut menyauti beberapa adegan tembakan dengan membunuh karyawan kantor berita yang muncul dihadapan mereka untuk menuju ruangan IT.

“astaga.. aku harus keruangan IT itu”, Fena tegas berbicara kepada pemuda itu.

“jangan Fena, ini berbahaya, aku akan mengeluarkan peluru ini dari tubuhmu”, pemuda itu khawatir dengan Fena yang terluka.

Pemuda itu mencongkel peluru yang tertanam pada paha Fena dengan menggunakan pisau saku yang selalu ia bawa kemana-mana. Dan

“aaaaaarrghhhh..”, teriak Fena, lalu dengan cepat pemuda itu langsung menutup mulut Fena dengan tangannya. Kedua mata mereka saling menatap dengan tatapan khawatir atas teriakan Fena yang akan didengar sampai telinga para bersenjata itu.

Salah satu dari mereka mendengar suara teriakan Fena,

“aku mendengar suara teriakan wanita”. Salah satu dari mereka memberitahu, dan  mereka mencoba memeriksa keadaan yang dibelakanginya.

“tidak ada bos, mungkin salah dengar”, yang terlihat hanya kabut asap senapan hasil bidikan mereka beberapa menit yang lalu sehingga kehidupan lemari kayu yang ada di ujung jalan sana tidak nampak dikala itu.

Fena dan si pemuda masih berusaha tenang atas suara-suara yang telah dihasilkannya. Kemudian mulut Fena disumpal oleh sapu tangan miliknya yang terlihat pada sisi kantong celana Fena. Terlihat masih kurang, pemuda ini menambahkan sapu tangannya untuk menyumpal mulut Fena untuk antisipasi suara yang akan keluar jika ia akan mengambil peluru yang tertanam pada paha Fena.

“sama..”, Fena dalam hati.

Pemuda itu menyobek celana Fena untuk mempermudah operasi kecilnya,

“kau siap?”, tanya Bara. Fena hanya mengangguk atas kesiapannya.

Pemuda ini semakin dalam mengambil peluru itu, hingga ekspresi kesakitan Fena sangat jelas dengan semakin kuat cengkraman Fena kepada lengan si pemuda.

Fena begitu kesakitan sekarang. Setelah selesai,

 “ayo, kita keluar dari sini, kamu sudah siap Fena?”, ajak si pemuda kepada Fena.

Sekarang pemuda itu melepaskan gubatan dari mulut Fena, kemudian menyambungkan kedua sapu tangan itu untuk menahan darah pada lubang yang dihasilkan oleh peluru tersebut.

“tahan”, pemuda itu memerintah.

Pemuda ini langsung mengikat sapu tangan yang telah disambung tersebut di atas luka Fena.

“bagaimana bisa kau terlihat biasa dengan operasi kecil ini?siapa namamu?”, Fena Penasaran

“Bara”.


To be continued

0 komentar:

© Rully nuR Rahim, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena