Gadis seusianya
sudah melakukan pekerjaan layaknya orang dewasa. Setiap pagi dia berkeliling
pasar dengan membawa ayam hidup yang diikat kakinya untuk di jual. Terlihat ikatan
tersebut bukan hasil dari ikatannya,
melainkan itu adalah hasil ikatan orang dewasa, mungkin Ibunya yang telah
mengikatnya.
Alhamdulillah dihari
itu dua ayam kampung yang ia bawa dari rumah sudah terjual oleh pedagang pasar
yang mengenalnya.
“cah cilik iku rek, dodolan mbuat sangu
sekolae”.
“wapik an bocah e, muesti dituku oleh mas iku”.
Percakapan dua
pedagang yang telah melihat perjuangan seorang gadis SD berusia delapan tahun.
Setelah ayam yang
dijualnya laku dipasar, gadis ini pulang menuju jalan yang terdekat. Sesampai dirumah
uang hasil dari penjualannya diberikan kepada ibunya yang telah pulang bekerja
di dapur desa untuk para tentara.
“gimana nduk laku ta ayam e?”, tanya ibunya sembari menaruh tas kecilnya pada
paku yang tertancap ditembok.
“ini buk uangnya, tadi dibeli sama mas yang
kemarin beli kue ibuk”, penjelasan
dari si gadis.
“ayo nduk, siap-siap ke sekolah, uwes pingin jam pitu”, perintah ibu dengan khawatir.
“enggeh buk”, jawab gadis kecil itu.
Setelah sampai di
sekolah, kebetulan sekolah gadis kecil yang hobi dengan menari ini hanya berjarak 20 mater dari rumahnya. Ia
senang sekali dengan kegiatan baris-berbaris contohnya adalah ekstrakurikuler
Pramuka. Ia terpilih menjadi ketua regu dalam pasukannya untuk perlombaan antar
SD. Bukan hanya di SD saja, jenjang SMP pun ia masih mejadi ketua dalam regu
Pramukanya.
Kesehariannya masih
seperti dulu, yaitu bangun pagi untuk berjualan di pasar. Bukan hanya menjual ayam
hidup, juga ada makanan, dan apapun yang bisa ia jualkan hingga kepunyaan
tetangganya (bukan artinya ia mencuri loh ya, tapi diminta untuk menjualkan
barang tetangganya. hihihi). Tujuannya masih sama, berjualan untuk mendapatkan kesenangan
hati ibu atau majikannya. Hingga ia dikenal sedesanya dengan gadis yang sangat
rajin dan ulet.
Sepulang Sekolah
Menengah Pertama, ia membantu tetangganya yang berjualan bakso dengan cara mencuci
mangkok-mangkok bakso. Setelah pekerjaannya selesai, siangnya ia membantu
tetangga depan rumahnya untuk memotong rumput disawah. Ditengah asiknya
memotong rumput, tiba-tiba tangannya terasa gatal-gatal dan bentol-bentol
besar. Ia langsung menaruh atribut sawahnya dan pulang kerumah majikannya yang
disapa akrab ia panggil buk Dar.
“buk,, buk tanganku merah dan bentol buk”, gadis ini sambil menangis menghadap majikannya.
“ya Allah nak, kamu kena ulat bulu”. Tanggapan khawatir buk Dar.
Kemudian ia
menangis karena ada rasa sakit di telapak tangannya. Bu Dar memotong kunyit
untuk diborehkan pada tangan yang terkena infeksi dari bulu-bulu gatal itu.
“sesok ra usah ke sawah dulu ya nduk”, sambil memegang tangan gadis itu.
“aku loh buk pingin kelambi pramuka, kelambiku
sempit buk, karena aku pingin ikut jambore buk”. Rintih gadis itu.
Sang majikan baik
ini akhirnya luluh atas cerita yang disampaikan pada gadis yang dihadapannya,
hatinya terenyuh atas kejadian yang menimpanya.
“ra usah kesawah kalo sampean pingin kelambi
pramuka, iki aku enek duek buat sampean tuku kelambi”, diberikanlah uang itu pada si gadis.
“buk Dar, Suwun saget ngeh, aku janji makin
rajin ke buk Dar”, tangisannya
semakin kencang.
“ra usah janji ngono nduk, iki duek buat
sampean yo. Yawes iki lukamu uwis sembuh, dino iki ngaji ya nduk kamu? Pulang dulu
mandi terus ngaji yo nduk”, Bu Dar menasihati.
Setelah tenang gadis
ini pulang untuk bersiap ke pengajian.
Sesampai ditempat
pengajian ia menaruh Al-Qurán nya sebagai tanda menunggu giliran. Sambil menunggu
giliran ia tinggalkan tas dan isinya untuk keluar dari tempat pengajian.
“iki Al-Qurán e sopo?”, tanya ibu guru yang mengajar ngaji kepada
murid-muridnya.
Tidak ada yang
mengaku, kesempatan mengaji gadis ini di ambil oleh anak lain dibelakangnya. Ternyata
gadis ini di belakang masjid ikut latihan menari bersama kakak-kakak sanggar. Ia
masuk ke tempat latihan menari memakai pakaian mengajinya.
“loh, piye arek iki rek.. koen nari kudungan?”,
tanya kakak pelatihnya,
“aku kabur dari bu kaji mba e, iki aku nggowo
kain”, (sebutan di desa, yang biasa kita sebut dengan Bu Hajah) gadis ini
memperlihatkan kepada pelatihnya dengan mencopot kerudung yang dipakainya untuk
dijadikan kain nari yang diikatkan pada pinggulnya.
Gadis itu keasikan
menari hingga lupa kembali pada bu kaji (pengajar ngaji). Kemudian ia
pelan-pelan kembali ke masjid setelah selesai latihan menari. disana ia
disamperi oleh bu kaji yang menunggu orang yang akan mengambil tas dan Al-Qur’an
itu.
“aku iki penasaran barang iku punya sopo”, bu kaji tiba-tiba datang dari arah belakang.
Akhirnya gadis ini
dinasihati oleh Bu Kaji untuk tidak mengulangi perbuatannya.
Tetapi gadis ini tetap mengulangi kesalahannya itu, hingga akhirnya bu kaji membuat waktu khusus untuk mengaji gadis itu setelah ia selesai latihan menari.
Tetapi gadis ini tetap mengulangi kesalahannya itu, hingga akhirnya bu kaji membuat waktu khusus untuk mengaji gadis itu setelah ia selesai latihan menari.
Dan akhirnya gadis
itu berhasil mengikuti Jambore Nasional yang diadakan di Cibubur Jawa Barat
ketika ia memasuki SMA, dan Ia berhasil menjadi Penari Terbaik di Kota Malang
pada jamannya. Hingga ia selalu diberi kesempatan untuk berkenalan oleh
walikota dan gubernur yang menjabat pada saat itu, karena ia selalu menjadi
penari yang di undang untuk membuka jembatan-jembatan baru, salah satunya
adalah jembatan yang berada di Kota Malang bernama “SKI/Ranugrati”.
Aku mengetahui ini
semua dari orang-orang yang akrab dan tahu perjuangan dirinya. Sekarang aku
telah mengenalnya lebih dari 20 tahun dan ia ku sapa akrab dengan panggilan Mamah.
0 komentar:
Posting Komentar