“Namaku
Bara, Bara Ristian”. Jawab pemuda dengan menatap Fena yang
sedari tadi menolongnya.
“Ayo
kita keluar dari sini”, Bara melihat dicelah pintu lemari
kayu itu untuk mengetahui keadaan sekitar.
“kita
mau kemana? Aku ingin keruangan IT untuk menolong kantor berita ini”, tegas
Fena.
“kau
gila Fena, mereka mengarah kesana. Kondisimu
belum stabil Fena”, Bara melawan.
“kalau
begitu aku saja”, Fena tetap pada pendiriannya.
“Fena,
kau masih seperti yang dulu”, Bara mencoba mengalah.
“Apa
maksud dari perkataanmu?”, Fena penasaran atas pernyataannya
barusan.
“Baik
aku akan mengikutimu”, Bara mengalah.
Bara bersiap untuk membuka pintu lemari tersebut
tanpa suara, Bara keluar mendahului dan melihat situasi sekitar, lalu disusul
oleh Fena.
Fena berjalan dengan kaki terpincang-pincang dan
dibantu oleh topangan bahu Bara.
“kau
masih seperti ini Fena, apa kita balik arah?”. Bara
masih menawarkan keadaan yang sebaiknya Fena lakukan.
“jika
kau tidak mau, pergi sana tinggalkan aku”, Fena melepaskan
pegangannya dari Bara, lalu ia berjalan sendiri menjauhi Bara.
Bara terdiam dan melihat Fena yang menjauhi dirinya.
Kemudian Bara langsung menawarkan punggungnya untuk
ditumpangi Fena menuju ruang IT yang berada jauh didepan sana.
Fena menerima tawaran dari Bara, lalu mereka menuju
ruangan IT tersebut dengan rasa was-was dan tidak luput melihat kondisi dari
keadaan sekitar.
Setelah mendekat pada ruangan IT, disepanjang jalan
itu mereka melihat banyak sekali karyawan yang mati tertembak atas ulah
kelompok tersebut.
Bara langsung mengambil pistol yang ada disakunya.
Bara tidak bisa menggunakan pistol itu langsung di tangannya, karena disana ia
masih menggamblok Fena. Lalu Bara memerintahkan Fena untuk menggunakan pistol
tersebut sesuai perintahnya.
“aku
tidak bisa menggunakannya”, Fena menolak.
“bisa,
kau bisa Fena”. Bara meyakinkan.
Setelah masuk diruangan IT, mereka berdua sontak
terkejut melihat yang terjadi di dalam sana.
to be continued
0 komentar:
Posting Komentar