Tidak ada siapa-siapa, kecuali petugas IT yang biasa
akrab Fena lihat. Sunyi, seperti tidak ada yang terjadi.
Tetapi kedatangan Fena dan Bara belum diketahui oleh
petugas IT tersebut. Bara langsung membisikan kepada Fena dibalik pintu, “luncurkan peluru ini kesemua petugas
disana, tenang aku selalu disisimu”. Fena menolak karena ia mengenal semua
petugas disana.
“ya
Fena, kamu sangat mengenalnya, tetapi bukan ditempat ini kau mengenalnya”.
Bara menegaskan.
Door!!
door!! Dorrr!!
Tiga peluru sudah merenggut tiga nyawa,
“kau
bisa Fena, lihat!”, Bara menyingkirkan keraguan Fena.
Tiba-tiba ada pria paruh baya yang muncul dibalik
pintu ruangan kecil itu. Disusul dengan bodyguard bersenjata yang mengenakan
penutup kepala. Ya, mereka berdua sangat mengenalnya.
“kau,
bos!”, Bara kaget dan semakin kencang memegang tangannya
yang menyatu untuk menggamblok Fena.
“apa?
bos? Kau mengenalnya Bara?. Dia adalah pemimpin harian redaksiku”. Fena
berusaha tenang.
“hahahahhha…
kalian mengenalku ya? Hahahha,, kau penghianat!, doooorrr!!!”,
Peluru itu jatuh tepat pada dada seorang Bara.
Mereka berdua terhempas ke lantai dengan darah yang keluar pada dada Bara.
Kemudian Fena bangkit untuk melesatkan tembakan yang ada di tangannya kesemua
bodyguard yang melindungi pemimpin harian redaksi yang telah menembakan ke dada
Bara. Fena kehabisan peluru, hanya ada pemimpin harian redaksi yang tersisa.
“kemampuanmu
tidak berkurang sedikitpun”, pemimpin harian redaksi
berbicara sembari menduduki meja yang ada disampingnya.
Fena masih menyodorkan tangan dengan memegang pistol
di ujungnya. Fena sedikit pusing dan tidak mendengar apa yang dibicarakan oleh
pemimpin harian redaksi itu. Pandangannya pun sedikit demi sedikit menjadi
buram, dan akhirnya Fena terjatuh dengan posisi duduk. Setelah mengalami
benturan pada bokongnya, Fena langsung tersadar dan mengambil cepat senapan
yang berada diatas tubuh bodyguard kemudian langsung menembakannya kearah
pemimpin harian redaksi.
Akhirnya pemimpin harian redaksi itu pun mati dengan
beberapa kali tembakan yang diarahkan Fena.
“kau
pecundang!, kau sudah membunuh suamiku!”. Fena merintih
diantara mayat-mayat.
Lalu ia langsung mencoba membangunkan suaminya
tersebut.
“Bara!
Bangun Bara! Bangun!, aku sudah mengingat semuanya!, mengapa semua ini terjadi
Tuhan..!”, Fena mencoba membangunkan Bara dengan
teriakan histerisnya.
Satu Tahun Kemudian
“bagaimana
untuk berita besok? Apa yang mau ditayangkan?”, Fena
memimpin rapat.
Setelah rapat selesai, semua karyawan kembali ke
ruangannya masing-masing. Begitu pula Fena, dengan diantarkan oleh asistennya.
Fena langsung duduk di meja kerjanya, kemudian
mengambil Pena kesukaannya.
“loh,
penaku habis tintanya, tolong isikan dengan yang baru ya”,
Fena meminta kepada asistennya.
“kenapa
hanya tintanya mba? Kenapa enggak sekalian aja sama penanya?”, asistennya
mengusulkan.
“pena
ini memiliki kenangan bersama suamiku, dulu ia aku acuhkan dengan benda ini
(ditunjuknya laptop) maka dari itu, aku hanya ingin memakainya jika ingin
melakukan pekerjaan dikantor”. Fena menjelaskan
alasannya selama ini mengapa tidak ingin mengganti pena-nya yang memilki mata
pisau itu. Lalu ia melihat penanya tersebut dan mengeluarkan mata pisau dari
tombol pengaturannya, kemudian Fena pun mengambil sesuatu dari laci mejanya
yang tidak lain yaitu pena dengan bentuk yang sama.
0 komentar:
Posting Komentar