Fena jatuh tersungkur dengan memegang paha yang
berlumuran darah.
Door…
door… dorrr..
“tiarap
.. semuanya tiarap”
Kondisi diruangan itu tidak kondusif lagi akibat
tembakan pertama yang melukai Fena. Fena pun dibantu untuk dipindahkan dari
ruangan tersebut oleh pemuda yang menolongnya di lift.
Fena dan pemuda itu berhasil keluar dari ruangan lesatan
peluru yang menembusi dinding kaca kantor hingga masih terjadi baku tembak dari
arah luar gedung yang tidak tau arah bidikannya. Di luar ruangan pun banyak
sekali orang-orang yang membawa senjata api dengan penutup kepala. Fena dan
Bara mengintip dari tempat persembunyiannya yaitu lemari kayu pada sudut tembok
yang mengarah pada anak tangga. Mereka melihat situasi disana dengan mengintip
pada celah-celah pintu lemari kayu tersebut.
Langkah demi langkah para bersenjata hingga nafas
disekelilingnyapun ikut menyauti beberapa adegan tembakan dengan membunuh karyawan
kantor berita yang muncul dihadapan mereka untuk menuju ruangan IT.
“astaga..
aku harus keruangan IT itu”, Fena tegas berbicara
kepada pemuda itu.
“jangan
Fena, ini berbahaya, aku akan mengeluarkan peluru ini dari tubuhmu”, pemuda
itu khawatir dengan Fena yang terluka.
Pemuda itu mencongkel peluru yang tertanam pada paha
Fena dengan menggunakan pisau saku yang selalu ia bawa kemana-mana. Dan
“aaaaaarrghhhh..”,
teriak
Fena, lalu dengan cepat pemuda itu langsung menutup mulut Fena dengan
tangannya. Kedua mata mereka saling menatap dengan tatapan khawatir atas
teriakan Fena yang akan didengar sampai telinga para bersenjata itu.
Salah satu dari mereka mendengar suara teriakan
Fena,
“aku
mendengar suara teriakan wanita”. Salah satu dari
mereka memberitahu, dan mereka mencoba
memeriksa keadaan yang dibelakanginya.
“tidak
ada bos, mungkin salah dengar”, yang terlihat hanya
kabut asap senapan hasil bidikan mereka beberapa menit yang lalu sehingga
kehidupan lemari kayu yang ada di ujung jalan sana tidak nampak dikala itu.
Fena dan si pemuda masih berusaha tenang atas
suara-suara yang telah dihasilkannya. Kemudian mulut Fena disumpal oleh sapu
tangan miliknya yang terlihat pada sisi kantong celana Fena. Terlihat masih
kurang, pemuda ini menambahkan sapu tangannya untuk menyumpal mulut Fena untuk
antisipasi suara yang akan keluar jika ia akan mengambil peluru yang tertanam
pada paha Fena.
“sama..”,
Fena
dalam hati.
Pemuda itu menyobek celana Fena untuk mempermudah
operasi kecilnya,
“kau
siap?”, tanya Bara. Fena hanya mengangguk atas kesiapannya.
Pemuda ini semakin dalam mengambil peluru itu,
hingga ekspresi kesakitan Fena sangat jelas dengan semakin kuat cengkraman Fena
kepada lengan si pemuda.
Fena begitu kesakitan sekarang. Setelah selesai,
“ayo, kita keluar dari sini, kamu sudah siap
Fena?”, ajak si pemuda kepada Fena.
Sekarang pemuda itu melepaskan gubatan dari mulut
Fena, kemudian menyambungkan kedua sapu tangan itu untuk menahan darah pada
lubang yang dihasilkan oleh peluru tersebut.
“tahan”,
pemuda
itu memerintah.
Pemuda ini langsung mengikat sapu tangan yang telah
disambung tersebut di atas luka Fena.
“bagaimana
bisa kau terlihat biasa dengan operasi kecil ini?siapa namamu?”, Fena
Penasaran
To be continued
0 komentar:
Posting Komentar