“Terkadang ketika
kita baru niat untuk menginginkan sesuatu, Allah mengabulkan yang baru niat
saja itu gampang sekali ya amak, tapi kalau do’a yang sudah berhari-hari kita
pinta kok susaaaah kayanya lamaaaa banget ya dikabulkannya?” keluh Tradi (adik) sambil memijat kaki
Amaknya (ibu).
“Ya itu namanya kita
diminta sabar Tradi, Amak yo kepingin duo amak dikabulkan. Jangan sampai kaya Peranggamu
(Kakak) itu, dikit-dikit ngeluh sama kerjaannya. ” Pasrah amak yang sedang terbaring di
tempat tidur.
Kemudian Amak
dan Tradi tenggelam pada heningnya malam di suatu desa Sasak Sade, Lombok, Nusa
Tenggara Barat. Mereka saling menumpahkan lelah di atas tempat tidur yang
terbuat dari bambu hingga terbenamnya gelap.
“Amak aku ingin ke Kota,” bujuk Tradi.
“Silahkan nak, sekalian beli kotoran
kerbau untuk lantai rumah kita ini ya,” pinta Amak.
(Tradisi Suku
Sasak Sade memang terbiasa menggunakan pupuk kerbau untuk mengepel lantai
rumahnya. Tradisi ini dijaga turun temurun oleh warga Sasak Sade dan dipercaya
selain untuk membersihkan lantai dari debu kemudian membuat latai terasa halus
dan lebih kuat, masyarkat setempat percaya bahwa kotoran kerbau tersebut dapat
mengusir serangga sekaligus menangkal serangan magis yang ditujukan pada
penghuni rumah)
“Bukan ke
Lombok Amak, tapi ke Jakarta” pinta Tradi.
“Nak bukan
Amak menolak, kamu mau apa dan dengan siapa pula kamu kesana? apa kamu punya
uang untuk pergi kesana Tradi?” Amak kemudian berubah posisi sambil terisak
tangis dengan yang tadinya posisi berbaring menjadi duduk setelah mendengar
Tradi berkeinginan untuk pergi ke Jakarta.
“Amak bisa
saja menjual sawah beberapa meter untuk uang saku Tradi” paksa Tradi.
Lalu Tradi
keluar dari kamar Amak sambil mendobrak pintu, kemudian ia membereskan semua
barang miliknya untuk keperluan ke Jakarta. Tradi nekat untuk pergi ke Jakarta.
“Amak, Tradi
Pamit dan doakan Tradi sampai ke Jakarta dan Pulang kembali bertemu Amak dan
Perangga,” ia sambil mengambil tangan Amak untuk diciumnya sebagai tanda
permintaan Ridha kepada amaknya.
“Assalamualaikum
Amak”
Amak menangis, “Wa’alaikumsalam Tradi bungsuku.”
radi
berjalan bersama tas perbekalannya yang lusuh untuk mencapai mimpinya hingga
tiba di Jakarta. Ia selalu menolehkan kepalanya untuk mencari tumpangan walau
lelah badannya tidak terasa.
Sesampainya Tradi
ke pelabuhan Lembar, Lombok, ia heran banyak anak-anak seumurannya lompat ke
laut tepian pelabuhan. Tradi pun mengamati anak-anak disekitarnya dan bertanya ke dalam dirinya, “untuk apa mereka berenang?”
kemudian Tradi dapat menjawab pertanyaannya, “waw ia mendapatkan uang.”
Tradi
langsung melepaskan pakaiannya untuk berenang bersama anak-anak dermaga. Ia mendapatkan
uang lima puluh ribu rupiah dari pengunjung yang datang dari kapal pelabuhan
Padang Bai, Bali dengan waktu semalaman.
Setelah mendapatkan
uang Tradi membeli tiket untuk melewati selat Lombok. Sekitar enam jam
perjalanan Tradi sampai di Bali untuk menuju arah ke pulau Jawa, ia pun tidak
lupa membawa peta di tangannya.
Susah sekali
perjalanan di Pulau Bali, karena buat dirinya susah untuk mencari masjid
disana. Tradi tidak lupa untuk shalat 5 waktu dalam perjalanannya. Ia tidak
berasalan untuk tidak melaksanakan ibadahnya walau ia tahu pakaiannya hanya
kotor tapi tidak bernajis. Sampai-sampai ketika ia shalat ada seekor anjing
yang mendekatinya yang sedang beribadah dengan beralaskan koran yang ia
dapatkan dari pemberian orang yang sebelumnya mengerjakan shalat. Lalu Tradi
berdecik heran dengan banyak anjing di wilayah Legian yang terkenal dengan Monumen Grand Zero Bali atau Monumen Bom Bali untuk mengenang 12
Oktober 2012.
“Disini anjing
seperti kucing, banyak sekali berkeliaran bebas.” Gerutu Tradi dalam hati.
kreeeseeeekk...
Suara tumpukan makanan yang dihiasi dengan daun pisang dan janur kuning yang berada di pinggir jalan yang Tradi lewati dengan tidak sengaja ia tumpahkan. Kemudian tradi bereskan kembali tumpukan itu ketempat semula.
Tidak jauh
dari sana Tradi mendapat tumpangan truk menuju Pulau Jawa, yaitu kota pertama
yang akan ia pijaki adalah Banyuwangi. Disini rencana Tradi tidak berjalan
mulus ia tertidur di muatan truk kemudian setelah ia terbangun, ia menyadari
bahwa peta yang ia bawanya tertinggal di tempat shalat terakhir kali di Legian,
Kuta, Bali.
Sesampai di Blambangan
yang biasa kita tahu yaitu Banywangi, ia melihat pertunjukan Pawai Budaya
Banyuwangi, dengan banyak kostum bunga besar yang dibawa oleh para laki-laki
gemulai hingga pemeran kebo-keboan. Kebo-keboan itu digunakan untuk upacara
adat yang digunakan untuk mengusir penyakit dan ucapan rasa syukur kepada Dewi
Sri atas rejeki yang diberikan.
Tobe continue
#30DWCJilid6
#Squad6 #day27
0 komentar:
Posting Komentar